Selasa, 12 Maret 2013

Model Pembelajaran Cooperative



Metode Pembelajaran Teknik Jigsaw (MODEL COOPERATIVE)

A.    Pendahuluan
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003). Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus mampu merangsang siswa untuk menimbulkan minat dalam belajar, sehingga proses belajar dan mengajar menjadi kegiatan yang mampu mewadahi siswa untuk mengembangkan potensi diri, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki sikap tanggung jawab, dan menjadi masyarakat yang demokratis. Sesuai dengan tujuan dari pendidikan.
Salah satu komponen penting untuk mencapai tujuan mulia tersebut, ialah peranan guru dalam proses pembelajaran. Guru sebagai orang dewasa sudah seharusnya  mampu membimbing anak didiknya untuk menemukan tujuan pendidikan. Oleh karena itu guru dituntut untuk kreatif dan memiliki banyak cara dalam proses pembelajaran tersebut. banyak model pembelajaran yang telah ada dan perkembang dalam dunia pendidikan sehingga mampu menyajikan refesensi bagi guru dalam memberikan varisi penyampaian materi ajar yang telah ada. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif  dengan menggunkan teknik jigsaw.
 
B.     Pengertian Model Kooperatif Teknik Jigsaw
Dari sisi etimologi jigsaw berasal dari bahasa inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model  jigsaw ini juga mengambil pola kerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Teknik mengajar jigsaw dikembangkan Aronson et al, sebagai metode Cooperative learning dimana pembelajaran lebih berorientasi pada siswa, bukan guru, sehingga siswa yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Jigsaw merupakan salah satu jenis strategi pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelidiki suatu topik umum (Aronson, Wilson & Akerty, 2005)
Sedangkan menurut Yuzar (2005) dalam Isjoni (2009) menyatakan, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain. Wardanai (2002) menyatakan, teknik Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa beraktivitas dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif dimana siswa mempelajari pengetahuan baru melalui pengelompokan yang telah bagi berdasarakan bagian masing-masing secara khusus kemudian memberikan informasi tersebut kepada kelompok lain guna mendapatkan informasi umum tentang materi yang dipelajari. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.

C.    Langkah – langkah Model Kooperatif Teknik Jigsaw
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pembelajaran lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk Menurut Rusman (2008: 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.
 
Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:


1.      Melakukan kegiatan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa memeperoleh topik-topik permasalahan untuk di baca sehingga mendapatkan imformasi dari permasalahan tersebut.

2.      Diskusi kelompok ahli.siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicaran topik permasalahan tersebut.

3.      Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.

4.      Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.

5.      Perhitungan sekor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.

Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978) yang dikutip Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut:

1.      Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa.

2.      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi berbeda

3.      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

4.      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.

5.      setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang subbab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama.

6.      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

7.      guru memberi evaluasi

8.      penutup
Selain itu juga dalam pembagian kelompok fasilitator dapat mengatur strategi jigsaw dengan dua cara pengelompokan:
  1. Pengelompokkan Homogen
Instruksi: Kelompokkan para peserta yang memiliki kartu nomor yang sama. Misalnya, para pe­serta akan diorganisir ke dalam kelompok diskusi berdasarkan apa yang mereka baca. Oleh karena itu, semua peserta yang membaca Bab 1, Bab 2, dst, akan ditempatkan di kelompok yang sama.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di atas meja.
Kelebihan : Pengelompokan semacam ini memungkinkan peserta berbagi perspektif yang ber­beda tantang bacaan yang sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana.
Kelemahan: fokusnya sempit (satu bab) dan kemungkinan akan berlebihan.
  1. Pengelompokkan Hiterogen
Instruksi: Tempatkan para peserta yang memiliki nomor yang berbeda-beda untuk duduk ber­sama. Misalnya, setiap kelompok diskusi kemungkinan akan terdiri atas 4 individu: satu yang telah membaca Bab 1, satu yang telah membaca Bab 2, dsb.
Sediakanlah empat kertas lipat, lipatlah masing-masing menjadi dua menjadi papan nama, berilah nomor 1 sampai 4 dan letakkanlah di setiap meja. Biarkan para peserta mencari tempatnya sendiri sesuai bab yang telah mereka baca berdasarkan “siapa cepat ia dapat”.
Kelebihan:  Memungkinkan “peer instruction” dan pengumpulan pengetahuan, memberikan pe­serta informasi dari bab-bab yang tidak mereka baca.
Kelemahan: Apabila satu peserta tidak membaca tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/ didiskusikan. Potensi untuk pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi infor­masi.
(http://sunartombs.wordpress.com/2009/06/15/pengertian-dan-penerapan-metode-jigsaw/html)

D.    Faktor Penghambat
Dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan model dan metode pembelajaran tentunya akan memiliki factor-faktor penghambat, tak terkecuali juga model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw. Faktor-faktor Penghambat yang dapat mempengaruhi jalannya pembelajaran kooperatif teknik jigsaw ialah seperti waktu yang cukup lama dibutuhkan dalam penerapan model tersebut, sehingga terkadang waktu yang ada tidak mencukupi, oleh karena itu guru harus dapat menggunakan waktu seefisien dan seefektif mungkin. Selain itu juga budaya diskusi yang belum terbiasa diterapkan disekolah akan mempersulit siswa dalam melaksanakan model ini, dalam model ini siswa harus dituntut untuk aktif dan dapat mentranfer pemahaman mereka pada siswa lain. Factor penghambat lainnya ialah datang dari guru tersebut, terkadang guru kurang berani keluar dari zona nyaman yang selama ini mereka gunakan, sehingga guru merasa enggan untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw ini.
Daftar Pustaka

Isjoni. (2009). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta
Robert E.Slavin. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Selasa, 19 Februari 2013

FEED BACK (UMPAN BALIK) DALAM PEMBELAJARAN PENJAS




Feed Back (umpan balik) dan Reinforcement (penguatan) kadang-kadang dipahami sebagai dua istilah yang sama pengertiannya. Reinforcement berarti kondisi, jika diikuti oleh suatu respons, meningkatkan peluang bahwa respons akan terjadi manakala rangsangan yang sama diberikan. Pada suatu saat, pemberian hadiah atau hukuman terhadap seorang siswa atau atlet misalnya, dapat menghasilkan respons tertentu, sehingga hadiah dan atau hukuman dianggap sebagai reinforcement. Umpan balik juga bisa berpengaruh demikian. Setelah disampaikan kepada siswa dan atlet, maka bisa terjadi suatu respons tertentu menyusul umpan balik tersebut. situasi demikianlah yang menyebabkan, seolah-olah kabur sekali perbedaan anatar beberapa konsep tersebut. namun demikian, seperti yang dikemukakan Travers umpan balik jatuh ke dalam kategori reinforcemen (Rusli Lutan,1988: 285).
Apek penilaian dalam pembelajaran penjas di sekolah dinilai dari tiga ranah kemampuan yaitu: psikomotorik, afektif, dan koognitif. Dalam pembelajaran tentu keberhasilan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh banyak factor, salah satu factor yang terpenting adalah guru sebagai fasilitator yang dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Belajar menurut terori belajar behavioristic adalah terjadinya perubahan tingkah laku, yang disebabkan adanya stimulus dan respon. Seorang guru penjas memerlukan startegi dalam membantu siswa mencapai pembelajaran, feed back atau yang biasa dikenal dengan umpan balik merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan guru untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
1.        Pengertian Feed Back (Umpan Balik)
Feed back (umpan balik) adalah pengetahuan yang diperoleh berkenaan suatu tugas, perbuatan atau respon yang diberikan (Rusli Lutan, 1988: 300). Umpan balik dapat dilakukan dalam banyak bentuk dan dari berbagai sumber. Siswa menerima umpan balik dari guru, teman sekelas, dan bahkan diri mereka sendiri.
Menurut Apruebo (dalam Budiman, 2007), “Feedback is information that athletes would receive from coach/trainer or environment regarding the level of their motor skill or performance. It serves as a groundwork for the athletes learning development”. Feedback menurut Apruebo lebih menekankan kepada aktivitas latihan berkenaan dengan informasi dari pelatih terkait dengan tingkat motor skill atau penampilan atletnya sebagai dasar dalam mengembangkan penampilan atlet.
Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, Adang Suherman (dalam Budiman, 2007) mengemukakan, “Umpan balik (feedback) yaitu guru mengobservasi siswa secara individu dan menilai bagaimana siswa melakukan aktivitas serta apa yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan siswa itu”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa feed back merupakan cara seorang guru/pelatih dalam membantu siswa meningkatkan pengetahuan, motor skill, dan sikap yang dilakukan dengan cara observasi dan memberikan informasi serta dapat diberikan secara individu maupun kelompok.


2.        Jenis-Jenis Feed Back (umpan Balik)
Menurut Rusli Lutan (1988) terdapat bermacam-macam umpan balik  dalam suasana mengajar atau melatih. Umpan balik yang dihasilkan oleh gerakan yang telah dilakukan terbagi menjadi dua kategori yakni: (a) umpan balik intrinsik, (b) umpan balik ekstrinsik.
            a.       Umpan balik intrinsik
Setelah seseorang melakukan suatu gerakan dalam cabang olahraga tertentu, dia akan memperoleh informasi tentang beberapa aspek mengenai gerakannya sendiri melalui beberapa saluran informasi. Bentuk informasi tersebut terkandung dalam respons tertentu. Sebagai contoh, siswa dapat mengetahui bahwa dia melakukan pukulan service yang salah dalam permainan tenis setelah melihat bola keluar atau menyangkut pada jaring. Demikian juga halnya, disaat posisi badan keluar dari matras sesudah melakukan gerakan dalam role depan, siswa tahu bahwa ada gerakan yang salah. Kesimpulannya ialah, respons atau pelaksanaan dan hasil yang diperoleh merupakan sumber dari umpan balik dan informasi tersebut dapat terwujud dalam berbagai bentuk.
            b.      Umpan balik ekstrinsik
Berbeda halnya dengan umpan balik intrinsik (sudah melekat pada gerakan yang telah dilakukan), umpan balik ekstrinsik adalah umpan balik yang diperoleh tentang tugas gerak yang sifatnya sebagai pelengkap bagi umpan balik intrinsik. Informasi ekstrinsik, sebagian diantara berupa informasi verbal, seperti catatan waktu dalam satuan detik atau mili detik untuk pelari cepat 100 m, atau skor 1,00-10,00 untuk pesenam. Seorang pesenam yang memperoleh 5,00 akan dapat mengetahui, bahwa gerakan yang dilakukan banyak kesalahan. Dengan demikian, skor tersebut dapat diucapkan dengan verbal, bahkan diuraikan lebih terperinci sebagai informasi yang menunjukan tingkat keberhasilan seseorang yang melakukan gerakan.
Ada beberapa dimensi umpan balik ektrinsik menurut Schmidt (1988) seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Dimensi umpan balik ekstrinsik
Seketika: disampaikan selama gerakan beralangsung
Terminal: disampaikan setelah gerakan selesai
Langsung: disampaikan langsung setelah gerakan
Tertunda: tertunda waktunya dari gerakan yang relevan
Verbal: disampaikan dalam bentuk ucapan atau dapat diucapkan
Nonverbal: disampaikan dalam bentuk kode atau tak terucap
Himpunan keseluruhan: disampai berupa himpunan keseluruhan penampilan terdahulu
Terpisah: disampaikan secara terpisah bagi setiap penampilan
Pengetahuan tentang hasil (PH): verbalisasi (atau terucapkan) tentang informasi mengenai hasil
Pengetahuan tentang penampilan (PP): verbalisasi (atau nonverbal) tentang informasi mengenai pola gerak
Sumber: Rusli Lutan, 1988: 292

Dalam tabel di atas terdapat perbedaan antara umpan balik seketika dan umpan balik terminal. Umpan balik seketika disampaikan pada gerakan itu sedang berlangsung (misalnya, informasi tentang kesalahan posisi kaki ketika seorang siswa sedang melakukan satu rangkaian gerak dalam senam lantai), sementara umpan balik terminal diberikan setelah seluruh gerakan selesai (misalnya skor yang diperoleh siswa). Aspek lain dari dari umpan balik ektrinsik yakni umpan balik yang ditinjau dari saat menyampaikannya, yang pertama disebut umpan balik langsung dan umpan balik tertunda. Umpan balik ini ada yang berupa verbal, misalnya komentar guru/pelatih tentang benar salahnya suatu gerakan, dan non verbal misalnya kode lambaian bendera merah jika pelari jarak 1500 m berlari dengan kecepatan melebihi “irama kecepatan” yang telah direncanakan pada setiap putaran.
Ada pula informasi umpan balik yang terhimpun secara keseluruhan dari berbagai penampilan terdahulu yang kemudian disampaikan sebagai gambaran umum tentang penampilan, kebalikannnya ialah informasi umpan balik yang disampaikan secara terpisah bagi setiap penampilan gerak. Connellan (2003) menggambarkan tiga jenis umpan balik: umpan balik motivational (bersifat motivasi) untuk mempercepat perkembangan, umpan balik informational (bersifat informatif) yang membuat siswa dapat memperkirakan perkembangan, dan umpan balik depelopmental (bersifat pengembangan) untuk membantu siswa yang tidak tampil dengan baik. Setiap jenis umpan balik ini berguna di kelas dan membantu dalam penguatan. 
a.       Umpan balik yang bersifat motivasi
Umpan balik yang bersifat motivasi dapat dibagi menjadi tiga bentuk: umpan balik positif dan umpan balik negatif. Umpan balik positif ialah menguatkan. Umpan balik negatif jika diberikan secara salah, adalah sebuah hukuman. Peniadaan adalah hasil tidak adanya umpan balik sama sekali, ini merupakan cara terburuk untuk memberikan motivasi.
Goleman (1988) mengacu pada penelitian mahasiswa MBA dan pengaruh umpan balik. Beberapa siswa menerima umpan balik secara positif, sebagaian lagi menerima secara negatif, dan yang lainnya tidak ada umpan balik sama sekali (peniadaan) siswa diberitahu bahwa pekerjaan mereka akan dibandingkan dengan ratusan siswa lain yang juga mengerjakan tugas kreatif dalam memecahkan masalah. Mereka yang tidak menerima umpan balik merasakan hilangnya kepercayaan diri, sama seperti mereka yang dikritik. Siswa yang tidak mendapatkan umpan balik akan terpengaruh pencapaian prestasinya.
            (1)   Umpan balik positif
Umpan balik positif adalah penguatan yang membuat siswa tetap melanjutkan hal yang mereka kerjakan. Connella (2003) memeberikan lima prinsip umpan balik positif.
a)      Berikan penguatan secepatnya
b)      Berikan penguatan setiap ada perkembangan, tidak hanya pencapaian prestasi.
c)      Berikan penguatan yang spesifik
d)     Terus berikan penguatan pada perilaku baru
e)      Berikan penguatan untuk kebiasaan yang baik secara teratur.
 (2)   Umpan balik negatif
Bagaimana kita menangani siswa yang tidak sesuai dengan ekspektasi yang ada. Colbert dan Knapp (dalam Sprenger: 2011) mengusulkan langkah-langkah berikut:
a)      Focus pada evaluasi
b)      Tunjukan tujuan awal
c)      Identifikasi tanggung jawab
d)     Komunikasikan komponen spesifik
e)      Diskusikan rencana tindakan baru
f)       Konfirmasi hasil yang benar
Cara lain untuk menghindari umpan balik negatif adalah dengan memandu siswa ke arah pemahaman yang tepat melalui dialog Socratis. Dialog Socratis mencakup beberapa kategori pertanyaan: pertanyaan klarifikasi, pertanyaan tentang pertanyaan atau isu awal, implikasi dan konsekuensi dugaan, dan pertanyaan yang ditujukan. Contoh-contoh pertanyaan dari karya Paul (dalam Sprenger: 2011) dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 2. Pertanyaan Socratis yang diadaptasi dari Richard Paul
Jenis Pertanyaan
Contoh
Pertanyaan klarifikasi
1.      Apa yang anda maksud dengan…..?
2.      Apa point utama anda?
3.      Bagaimana…..terkait dengan…..?
4.      Dapatkah anda menggunakan cara lain?
5.      Dapatkah anda memebrikan contoh?
Pertanyaan tentang pertanyaaan
1.      Bagaimana kita dapat mengetahui?
2.      Apakah pertanyaan jelas?
3.      Mengapa pertanyaan jelas?
4.      Mengapa pertanyaan ini penting?
5.      Untuk menjawab pertanyaan ini, apa yang kita jawab terlebih dahulu?
Penyelidikan Dugaan
1.      Apa yang anda duga?
2.      Apa yang seharusnya kita duga?
3.      Mengapa seseorang membuat dugaan ini?
Alasan dan bukti dugaan
1.      Apa yang bisa dijadikan contoh?
2.      Bagaimana anda tahu?
3.      Apa yang memebuat anda percaya?
4.      Apa yang dapat mengubah pikiran anda?
5.      Apa yang bida dikaitkan dalam kasus ini?
Asal-usul atau sumber pertanyaan
1.      Dari mana anda mendapatkan ide ini?
2.      Apakah anda selalu merasa seperti ini?
3.      Dampak apa yang diperoleh?
4.      Apa itu sebuah alternative?
Implikasi dan konsekuensi dugaan
1.      Jika benar, apa lagi yang dianggap benar?
2.      Apa yang akan menjadi dampaknya?
Pertanyaan yang ditujukan
1.      Bagaimana tanggapan kelompok lain?
2.      Mengapa anda memilih sudut pandangan ini?
3.      Apa yang akan dikatakan orang yang tidak sependapat dnegan anda?
 Sumber: Marilee Sprenger: 2011: 82
b.      Umpan balik informatif
Umpan balik yang memberi motivasi mempercepat perkembangan, sementara umpan balik yang informatif memberikan perkembangan penerapan visual pada siswa. Connella (2003) menyebutkan tiga hal penting mengenai umpan balik yang informatif:
             (1)   Harus berorientasi pada tujuan
             (2)   Harus bersifat seketika
             (3)   Harus berbentuk grafik
c.         Umpan balik yang bersifat membangun
Umpan balik penguatan adalah penilaian untuk mempelajari kapan saatnya guru atau siswa menggunakan informasi untuk menyampaika pengajaran dan mempengaruhi pembelajaran. Umpan balik ini berkembang saat anda mempengaruhi perilaku yang ditunjukan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Connellan, T. 2003. Bringing out the best in others. Austin, TX: Bard Press.
Lutan, Rusli. 1988. Belajar keterampilan motoric pengantar teori dan metode. Jakarta: Dikti,PLPTK.
Sprenger, Marilee. 2011. Cara mengajar agar siswa tetap ingat. Jakarta: Erlangga.
Budiman, Didin. 2007. Umpan balik (feed back). Bahan ajar pendagogi olahraga FPOK UPI.